Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dhiva Inter Sarana Dinilai Tidak Kooperatif

Pihak PT Dhiva Inter Sarana dan Richard Setiawan dinilai tidak kooperatif dalam proses kepailitan yang tengah dihadapinya.
Kantor Pusat PT Dhiva Inter Sarana/dok. PT Dhiva Inter Sarana
Kantor Pusat PT Dhiva Inter Sarana/dok. PT Dhiva Inter Sarana

Bisnis.com, JAKARTA--Pihak PT Dhiva Inter Sarana dan Richard Setiawan dinilai tidak kooperatif dalam proses kepailitan yang tengah dihadapinya.

Salah satu kurator Allova H. Mengko mengatakan kedua debitur bersikap pasif karena tidak memberikan informasi yang dibutuhkan terkait boedel pailit yang harus diserahkan. Proses kepailitan sudah sampai pada tahap inventarisasi aset.

"Kami sudah tidak berkomunikasi lagi debitur, entah kenapa mereka jadi susah ditemui," kata Allova kepada Bisnis, Minggu (3/5/2015).

Padahal, lanjutnya, dalam rapat kreditur sebelumnya pihak debitur sudah berkomitmen untuk bersikap koperatif dengan tim kurator. Selama ini kurator berusaha sendiri untuk mencari informasi terkait aset yang dimiliki oleh kedua debitur.

Dia menambahkan perwakilan debirtur tidak hadir dalam rapat dengan agenda pencocokan tagihan kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Tim kurator telah memanggil debitur secara patut melalui surat, tetapi tidak pernah mendapatkan respons.

Pihaknya memutuskan untuk melanjutkan proses verifikasi tagihan tersebut tanpa melibatkan kedua debitur agar para kreditur mendapatkan kejelasan hukum. Beberapa hari sebelumnya, kurator sudah melakukan pra-verifikasi tagihan.

Tagihan kedua debitur, imbuhnya, masing-masing mengalami penurunan dibandingkan dengan proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa kreditur yang tidak lagi mengajukan tagihannya.

PT Dhiva Inter Sarana (DIS) memiliki nilai total tagihan sebesar Rp1,5 triliun, atau mengalami penurunan dari sebelumnya sebanyak Rp2,3 triliun. Total nilai tagihan tersebut mayoritas berasal dari kreditur separatis, antara lain dari PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Internasional Indonesia, dan PT Bank Permata.

Namun, tagihan Richard Setiawan (RS) belum bisa disebutkan karena tim kurator belum menjumlahkan hasil pencocokan. Selain itu, tagihan kreditur preferen dari mantan karyawan DIS juga belum bisa dilaporkan besarannya.

Tim kurator belum bisa menerima tagihan dari karyawan dalam bentuk pesangon senilai Rp1 miliar karena ada beberapa dokumen yang belum lengkap. Tagihan dari karyawan tersebut berasal dari 25 mantan karyawan yang menuntut pembayaran uang pesangon.

"Kami berharap eks-karyawan segera melengkapi dokumen tagihan termasuk perjanjian kerja bersama, agar bisa diketahui nilai riilnya," ujarnya.

Kurator akan mengundang para kreditur separatis untuk mengecek barang jaminan DIS di pabrik Batam serta membawa dokumen terkait pada Rabu (6/5/2015). Barang jaminan tersebut dapat berupa stok produk, inventori, mesin-mesin produksi, tanah, dan bangunan.

Tim kurator juga akan memulai proses pemberesan aset karena telah mendapatkan penetapan insolvensi dari pengadilan. Selain itu, kesempatan kreditur separatis untuk menjual jaminan fidusia telah berakhir.

Pihaknya akan segera menentukan tim penaksir (appraisal) pada Selasa (5/5/2015), untuk segera mendapatkan perkiraan nilai aset sementara yang telah berhasil dikumpulkan. Kreditur akan mendapatkan informasi seputar pelaksanaan maupun laporan hasil lelang secara tertulis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper