Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tekstil Jatim Keberatan Bahan Baku Dikenai BMAD

Pengusaha tekstil di Jawa Timur menuntut agar pemerintah menganulir bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk serat poliester, karena ditengarai merugikan perusahaan di lini hilir, seperti industri benang atau tekstil.

Bisnis.com, SURABAYA—Pengusaha tekstil di Jawa Timur menuntut agar pemerintah menganulir bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk serat poliester, karena ditengarai merugikan perusahaan di lini hilir, seperti industri benang atau tekstil.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Timur Sherlina Kawilarang menjelaskan sebanyak 31 perusahaan tekstil yang ada di provinsi tersebut masih tergantung pada 90% bahan baku impor, mulai dari hulu ke hilir.

“Bahan baku tekstil dikenai BMAD untuk melindungi produsen dalam negeri. Saya tidak setuju, karena kalau bahan baku impor yang kualitasnya lebih bagus dan harga lebih murah dilarang, berarti harga jual barang produksi lokal lebih mahal,” katanya kepada Bisnis, Senin (12/1/2015).

Dia berpendapat seharusnya pemerintah tidak terlalu memperketat proteksi agar barang RI dapat lebih bersaing di pasar internasional. “Di era pasar bebas, biarkan semua bersaing. Kalau terus-terusan diproteksi, itu tidak mendidik karena terlalu memanjakan produsen.”

Pengenaan BMAD terhadap bahan impor serat fiber juga memukul industri tekstil di Jawa Timur yang berorientasi ekspor. Akibat adanya tindakan antidumping, kata Sherlina, eksportir tekstil terpaksa membeli bahan baku lokal dengan harga lebih mahal.

Mahalnya bahan baku menjadikan ongkos produksi tekstil membengkak, sehingga menyulitkan proses ekspor, karena pada akhirnya produk tekstil ekspor RI menjadi jauh lebih mahal dibandingkan negara-negara lain.

Sherlina menambahkan pemerintah seharusnya lebih memperhatikan alasan mengapa industri tekstil dalam negeri masih tergantung bahan baku impor. Ketimbang memberlakukan BMAD terus-menerus, lanjutnya, seharusnya kebijakan diarahkan ke pembangunan sektor hulu.

“Pemerintah harusnya berupaya bagaimana supaya bahan baku bisa diproduksi di dalam negeri. Dibuat daftar apa saja bahan baku yang diimpor industri tekstil dari hulu ke hilir, lalu lihat apa lima produk impor terbesar,” tuturnya.

Setelah itu, pemerintah diharapkan dapat memetakan berapa pengusaha dan investor yang dapat menanam modal untuk membangun pabrik dari kelima bahan baku impor terbesar tersebut, serta fasilitas apa yang akan diberikan pada penanam modalnya.

“Jadi sudah tidak ada yang impor, tidak ada devisa yang menguap, semua dilokalisir di Indonesia. Lebih bagus lagi kalau setelah melokalisir, akan ada lebih banyak perusahaan yang menjadi eksportir.”

Ekspor tekstil Jatim tahun lalu hanya naik 3,76% menjadi US$493,05 juta dari tahun sebelumnya. Untuk tahun ini, API Jatim membidik angka pertumbuhan moderat 3% di tengah kondisi tarik ulur upah minimum karyawan (UMK) dan kenaikan tarif dasar listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper