Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS BIOREMEDIASI CHEVRON: Pemerintah Diminta Turun Tangan

Pemerintah diminta turun tangan mengatasi persoalan hukum yang dihadapi karyawan migas, khususnya terkait kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta turun tangan mengatasi persoalan hukum yang dihadapi karyawan migas, khususnya terkait kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia.

Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Bambang Ismanto menilai dengan kejadian yang dialami karyawan dan kontraktor Chevron dalam proyek bioremediasi, menimbulkan keresahan bagi seluruh karyawan migas di Tanah Air, terutama yang memang bertugas di lapangan.

Keresahan karyawan di lapangan, jelasnya, tentu akan berdampak kepada jalannya seluruh aktivitas migas, terutama yang menyangkut proses produksi.

“Kalau kerja [karyawan] tidak tenang dan resah, tentu akan berpengaruh terhadap semuanya. Apalagi kalau sudah melaksanakan dengan benar sesuai prosedur, tetapi oleh penegak hukum dianggap bersalah. Keresahan akan memengaruhi semuanya, dan dikhawatirkan proses produksi juga ikut terganggu,” ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Jumat (7/11/2014).

Hal itu, disampaikannnya dalam diskusi publik bertema “Implikasi Putusan Pengadilan terhadap Karyawan Migas dalam mengerjakan proyek Pemerintah”, pada Kamis (6/11/2014).

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah memutus bersalah, Bachtiar Abdul fatah, seorang karyawan Chevron Pacific Indonesia (CPI) dalam proyek bioremediasi dengan tuntutan 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Selain itu, empat orang karyawan CPI lainnya, masih menunggu keputusan, sedangkan dua kontraktor yang mengerjakan proyek bioremediasi itu sudah lebih dahulu mendekam di penjara.

Bambang mengatakan keresahan yang dipicu oleh kasus ini juga berdampak pada keengganan para profesional migas bekerja di industri migas dalam negeri, serta lebih memilih perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri.

“Saat ini, setidaknya terdapat 400 profesional migas yang memilih bekerja di luar negeri. Di luar, kesejahteraan karyawan akan lebih bagus, kepastian hukum ada, sehingga secara psikologis mereka tenang dalam menjalankan pekerjaan mereka,” katanya.

Dia mengkhawatirkan dengan tidak adanya kepastian hukum, investasi di sektor migas akan mengalami penurunan langsung ataupun tidak langsung.

“Padahal, bagi investor, kepastian hukum merupakan syarat mutlak. Bagi kita, kehadiran investor juga masih sangat dibutuhkan, apalagi dalam 10 tahun terakhir, belum ada lagi penemuan sumber minyak baru yang besar,” tutur Bambang.

Pakar Hukum Migas M. Hakim Nasution mengatakan mengacu kepada fakta hukum dan bukti-bukti selama persidangan, karyawan Chevron maupun kontraktor proyek bioremediasi tidak melakukan tindak pidana korupsi yang dituduhkan.

“Ini perjalanan yang aneh. Bermula dari laporan orang yang kalah tender kemudian menjerat orang yang baru duduk di posisi proyek tersebut ke meja hijau dan dipenjara. Ada keganjilan. Mereka [terdakwa] dizolimi,” ujarnya yang juga pernah menjadi saksi ahli untuk kasus ini.

Pria yang pernah 20 tahun bekerja di industri migas ini menjelaskan keganjilan kasus bioremediasi ini diakibatkan oleh minimnya pengetahuan penegak hukum tentang industri migas. Dia mencontohkan penegak hukum tidak memahami apa itu production sharing contract (PSC), serta bagaimana mekanisme kerja di industri migas.

Dia menegaskan sebagai negara yang memeiliki sumber daya alam, seharusnya penegak hukum juga dibekali soft skill terkait industri stargeis seperti migas atau pertambangan ataupun komersial, bukan hanya pemahaman tentang aspek hukum semata.

“Dalam kasus Chevron, semua saksi ahli sudah dimintai pendapat, tetapi semuanya tidak ada yang dijadikan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara,” ujarnya.

Dia menjelaskan PSC dinaungi oleh undang-undang perdata, kendati memang bisa dipidanakan kalau memang karyawan melakukan tindak pidana. Bahkan, jika memang ada unsur pidana sekalipun, mekanisme perdata dan administrasi harus terlebih dahulu diselesaikan karena tindak pidana adalah ultimum medium, serta tindakan yang paling akhir.

Baca juga:

KASUS BIOREMEDIASI: Bos Chevron Temui Wapres, Begini Tanggapan JK

KASUS BIOREMEDIASI: Ribuan Pekerja & Mitra Kerja Chevron Tuntut Keadilan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nurbaiti
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper