Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Volatile Foods Turun, Inflasi di Tegal Ikut Melandai

Penurunan inflasi di Tegal terutama disebabkan penurunan harga sebagian besar komoditas volatile foods seperti bumbu-bumbuan, daging, ikan segar, sayuran dan buah-buahan.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, TEGAL-- Realisasi inflasi Kota Tegal pada September 2014 tercatat relatif sejalan dengan proyeksi sebelumnya. Secara bulanan, inflasi indeks harga konsumen (IHK) tercatat sebesar 0,18% month to month (mtm), tidak berbeda jauh dari proyeksi awal sebelumnya yang diperkirakan sebesar 0,10% - 0,30% (mtm).

Realisasi tersebut menyebabkan inflasi secara tahunan tercatat sebesar 3,78% (yoy). Secara umum tekanan inflasi relatif menurun dibandingkan bulan lalu.

Kepala Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tegal Bandoe Widiarto memaparkan, penurunan inflasi terutama disebabkan oleh penurunan harga sebagian besar komoditas volatile foods seperti bumbu-bumbuan, daging, ikan segar, sayuran dan buah-buahan akibat penurunan permintaan masyarakat serta pasokan yang cukup paska panen.

Namun demikian, tekanan inflasi dari sisi administered prices masih meningkat yang berasal dari kenaikan harga bahan bakar rumah tangga (elpiji 12 kg) dan tarif angkutan antarkota yang di luar perkiraan sebelumnya.

“Sementara tekanan dari inflasi inti masih relatif terjaga dengan kenaikan harga terjadi pada subkelompok makanan jadi, biaya tempat tinggal, komunikasi dan sarana penunjang transport,” tutur Bandoe, Kamis (2/10/2014).

Mencermati perkembangan inflasi terkini dan beberapa indikator harga, katanya, maka inflasi pada Oktober 2014 diperkirakan akan mengalami sedikti peningkatan pada kisaran 0,15%-0,35% (mtm), atau secara tahunan inflasi Kota Tegal menjadi sebesar 3,92% (yoy).

Dia menambahkan tekanan inflasi pada komoditas volatile foods diperkirakan kembali meningkat memasuki akhir musim kemarau di mana panen sudah berakhir.

Risiko tekanan inflasi dari sisi administered prices diperkirakan masih bertahan menyusul diberlakukannya adjustment tarif listrik yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Yang tidak kalah penting adalah pengaruh ekpektasi inflasi akibat isu kenaikan harga BBM bersubsidi pada awal masa pemerintahan yang baru,” papar dia.

Ke depan, ujar Bandoe, masih akan terdapat beberapa faktor risiko yang berpotensi menekan kenaikan inflasi yang masih perlu diwaspadai.

Risiko inflasi dapat berasal dari penurunan pasokan menjelang musim penghujan, kenaikan biaya transportasi akibat terhambatnya jalur pantura serta isu kenaikan harga BBM bersubsidi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khamdi
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper