Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS SOFTWARE BAJAKAN: BSA gugat balik Multisari

JAKARTA:  Business Software Alliance, Inc (BSA) menyanggah gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan PT Multisari Langgengjaya terkait penggeledahan tanpa surat kuasa dan mengajukan gugatan balik (rekonpensi).

JAKARTA:  Business Software Alliance, Inc (BSA) menyanggah gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan PT Multisari Langgengjaya terkait penggeledahan tanpa surat kuasa dan mengajukan gugatan balik (rekonpensi).

 

Dalam gugatan balik, BSA minta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tergugat rekonpensi (penggugat konpensi) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menggunakan piranti lunak bajakan.

 

Penggugat rekonpensi juga menuntut ganti rugi US$10.800 serta minta tergugat rekonpensi membuat permintaan maaf melalui satu media nasional, surat kabar Singapura, dan di koran internasional.

 

Selain itu, penggugat rekonpensi minta sita jaminan terhadap harta kekayaan tergugat rekonpensi berupa tanah dan bangunan yang terdapat di Jakarta Barat, Bogor, Semarang, dan Surabaya.

 

Salah satu kuasa hukum Multisari, Insan Budi Maulana, tidak memberi banyak komentar. “Pada intinya tetap bahwa penggeledahan itu tanpa surat kuasa,” tegasnya seusai sidang pembacaan jawaban, Senin (9/7).

 

Sebelumnya, dalam perkara yang terdaftar pada No.517/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tersebut, Multisari menggugat BSA Singapura, BSA Indonesia dan BSA Washington DC secara berturut-turut sebagai tergugat I,II,dan III.

 

Insan Budi mengatakan gugatan tersebut dilayangkan, karena kliennya keberatan atas penggeledahan yang dilakukan tergugat I dan II terhadap kantor dan karyawan kliennya.

 

Penggeledahan yang dilakukan oleh tergugat I dan II itu dianggap melanggar ketentuan yang berlaku karena tidak disertai dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat sebagaimana yang telah ditentukan KUHAP.

 

Menurut gugatan, penggeledahan tersebut melawan hukum karena tidak disertai dengan surat kuasa yang menunjukan pemberian kewenangan untuk mewakili perusahaan pemegang hak cipta atas software  yang bersangkutan.

 

Tergugat dalam jawabannya menyatakan bahwa yang melakukan penggeledahan adalah Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat atas dasar pelaporan tergugat I.

 

Adapun, dua orang yang oleh penggugat didalilkan sebagai karyawan tergugat II adalah ahli yang mendampingi penyidik. Menurut kuasa hukum tergugat Yusfa Perdana, yang membacakan poin jawabannya, polisi pernah minta bantuan ahli kepada tergugat II.

 

“Berdasarkan surat permintaan bantuan ahli tersebut, tergugat II menunjuk beberapa nama ahli untuk membantu pihak kepolisian,” ujarnya.

 

Yusuf Ramadhana, ahli yang mendapat sertifikat Microsoft, Autodesk, dan Adobe dan asistennya Albert Benny adalah pihak yang bersama polisi saat penggeledahan. Keduanya karyawan PT Potensio Systems.

 

Tergugat menyatakan gugatan salah pihak dan kabur, karena yang melakukan penggeledahan adalah pihak kepolisian yang ditemani ahli.

 

Sebelumnya penggugat juga minta majelis hakim menyatakan tidak ada hubungan hukum antara para tergugat dengan pemegang hak cipta atas piranti lunak yang diakui para tergugat. Karena itu, penggugat menilai para tergugat bukan pihak yang sah untuk mewakili pemegang hak cipta.

 

Tergugat menyanggah dengan menyampaikan bahwa BSA mempunyai surat kuasa dari perusahaan-perusahaan pemegang hak cipta diantaranya dari Microsoft Corp., Tekla Corp., dan Adobe System Inc.

 

Mereka juga menolak dugaan bahwa tergugat melakukan pemerasan dengan mengajukan fakta bahwa tergugat I berhak mengajukan permintaan ganti kerugian atas pelanggaran hak cipta berdasarkan Undang-undang Hak Cipta.

 

Bahkan, tulis tergugat dalam jawabannya, penggugat telah mendatangi kuasa hukum tergugat I dan meminta kesempatan untuk berdamai atas penggunaan piranti lunak bajakan. Hal itu dilakukan pada bulan yang sama dengan saat penggeledahan kantor penggugat.

 

Kemudian tergugat I menyampaikan syarat perdamaian perdata berupa pembayaran ganti rugi US$10.000. “Untuk itu tidaklah benar benar bahwa pemberian persyaratan damai yang diinginkan penggugat sendiri dianggap sebagai pemerasan,” ungkapnya.

 

Jawaban tergugat ini disampaikan setelah pada 25 Juni pengadilan menolak eksepsi absolut tergugat dalam putusan sela. Dalam eksepsi absolut tergugat belum menjawab pokok perkara karena menganggap gugatan tergugat lebih pantas diajukan ke lembaga praperadilan. (Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Wisnu Wijaya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper